Sabtu, 04 Juni 2011

Ulat Probolinggo Masih Misterius


Ulat bulu. 

TEMPO Interaktif, Probolinggo - Meski tidak hujan, Endang tak pernah melepas payung merah bermotif bunganya ketika harus keluar rumah. Perempuan 40 tahun warga Dusun Pandansari, Desa Tigasan Wetan, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, itu menggunakan payung untuk berlindung dari ulat bulu yang sudah dua pekan ini menyerang desanya.

Ribuan ulat itu memenuhi pohon di pekarangan rumah-rumah di desa itu. Ketika angin bertiup, ratusan ulat berjatuhan seperti hujan. Tak hanya merambat di pohon, ulat yang seluruh tubuhnya ditumbuhi rambut putih itu juga berserakan di tanah, bahkan masuk ke rumah. “Sekarang ulatnya sudah berkurang,” kata Endang.
Populasi ulat itu kini memang tak sebanyak pekan lalu. Beberapa ulat telah berubah menjadi kepompong. Namun sisa-sisa serbuan itu masih jelas terlihat, belasan pohon mangga milik Endang sekarang gundul.
Pakar hama dari Institut Pertanian Bogor, Profesor Aunu Rauf, tak mengenali ulat yang hanya menyerang pohon mangga warga Probolinggo itu. Karakteristik ngengat yang tumbuh dari ulat bulu itu berbeda bila dibandingkan dengan ulat yang biasa ditemukan.


Aunu, yang datang langsung ke lokasi, memastikan ledakan populasi ulat bulu di Probolinggo berasal dari spesies yang belum dikenal sebelumnya. “Ini adalah hama baru di Indonesia,” katanya ketika dihubungi Tempo, Selasa lalu.
Sebelumnya, Aunu memperkirakan spesies ulat bulu yang menyebar di Probolinggo merupakan jenis Lymantria marginata, yang memang dikenal sebagai hama mangga. Spesies ini dapat dikenali dari pola yang terbentuk di sayapnya. Spesies jantan memiliki sayap berwarna gelap, sedangkan sayap spesies betina berwarna putih bintik-bintik.
Ia juga memastikan spesies baru ini bukan ngengat Dasychira inclusa, yang juga kerap menyerang pohon buah-buahan lain. “Warna sayap ngengat di Probolinggo adalah putih polos, baik jantan maupun betina,” ujar peneliti dari Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB itu.
Aunu mengatakan ledakan populasi ulat bulu yang meluas hingga beberapa kecamatan itu baru pertama kali terjadi di Indonesia. Tak mengherankan jika guru besar ilmu hama tanaman IPB itu belum bisa memastikan spesies ulat bulu yang berkembang di Probolinggo. "Kami akan bawa spesimennya ke Bogor untuk dipelajari," katanya.
Ledakan populasi ulat bulu ini, kata Aunu, terjadi karena berkurangnya predator alami spesies ini, seperti burung dan lebah. Selama ini jumlah ulat bulu terkendali akibat kehadiran pemangsa. “Sekarang keseimbangan populasi ulat bulu agak terganggu.”



Sebenarnya ulat bulu memiliki musuh alami lain, yaitu parasitoid yang hidup sebagai parasit di tubuh larva ngengat itu. Dua jenis parasitoid ulat bulu yang terkenal adalah braconid dan apanteles. Kepompong ulat yang terinfeksi parasitoid tersebut tidak dapat berkembang menjadi ngengat sehingga populasi serangga itu terkendali, dan mencegah terjadinya ledakan populasi ulat bulu.
Pada dasarnya ulat bulu merupakan salah satu fase kehidupan ngengat. Ngengat dewasa menghasilkan telur yang akan menetas menjadi ulat bulu. Untuk mempersiapkan fase kepompong, ulat bulu memakan dedaunan dalam jumlah yang sangat besar. Dalam beberapa hari, dari dalam kepompong akan muncul ngengat.
Pada saat ini populasi ulat bulu sudah berkurang. Ulat bulu sudah memasuki tahap metamorfosis berikutnya menjadi kepompong dan dalam waktu dekat akan berubah menjadi ngengat. Namun ia tetap meminta pemerintah daerah mewaspadai terjadinya ledakan populasi berikutnya saat ngengat kembali bertelur dan menghasilkan ulat bulu.
Endang dan warga Dusun Pandansari lainnya berharap ulat itu tidak muncul lagi. Sekalipun tidak menimbulkan gatal pada kulit, ulat itu sangat mengganggu aktivitas Endang dan penduduk desa lainnya. “Siapa yang bisa tenang dengan puluhan ribu ulat bulu yang ada di sekitar rumah,” katanya.
Warga bahkan meminta bantuan dari petugas Penanggulangan Hama Penyakit (PHP) Unit Pelayanan Teknis Daerah Kecamatan Leces dan Tegal Siwalan Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo. Mereka membawa seperangkat alat penyemprot untuk membasmi ulat bulu itu. Sebuah tabung dengan slang cukup panjang untuk menjangkau tingginya dahan pohon mangga dioperasikan oleh empat orang relawan yang menyemprotkan pestisida keliling kampung.
Saman, 22 tahun, warga Desa Banjar Sawah, Kecamatan Tegal Siwalan, menyatakan serangan ulat bulu yang baru pertama kali terjadi ini sebenarnya sudah terjadi satu bulan yang lalu. Empat pohon mangga berumur 15 tahun, yang ditanam ayahnya, daunnya habis dimakan ulat. “Sekarang sudah ada yang mulai bersemi,” katanya.
Kepala Laboratorium Hama Jurusan Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang Toto Himawan meminta para petani tidak perlu khawatir terhadap serangan ulat bulu karena hanya menyerang tanaman mangga. Tanaman lain, seperti nangka, tanaman pagar, tetap aman, bahkan benalu di pohon mangga pun sama sekali tak disentuh. “Mangga pun hanya mangga jenis arumanis, yang lain tak ada yang dimakan,” ujarnya.
Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo mencatat serangan ulat bulu ini sudah merambah 58 desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Probolinggo. Sembilan kecamatan itu adalah Tongas, Sumberasih, Bantaran, Wonomerto, Leces, Tegal Siwalan, Dringu, Banyuanyar, dan Kuripan. Ulat itu menyerang 14.779 pohon mangga di Probolinggo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar